makalah tentang sunnah dan bid'ah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu : Imam Khoirul ulumuddin,S.Pd.I,
M.Pd.I
Disusun Oleh:
Reguler ( A.1 ) –
Kelompok 12
·
Aulia Winda Yani 166010035
·
Nuriyatun Nadzifah 166010039
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS WAHID
HASYIM SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR
الحمد لله رب
العالمين والصلاة والسلام على امام المتقين سيدنا محمد خاتم النبيين وعلى اله
واصحابه ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين. اما بعد
Segala puji
bagi Allah SWT Rabb Semesta Alam, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Tanggung Jawab Kepemimpinan dalam Pendidikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits
Ucapan
terimakasih penulis Bapak sampaikan kepada Imam Khoirul ulumuddin,S.Pd.I,
M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah yang senantiasa membimbing kami. Dan
teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Besar harapan kami semoga makalah
ini dapat membantu proses perkuliahan, menambah wawasan para pembacanya, dan
mendapatkan nilai yang baik. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran dari para cerdik
cendikia sangat kami harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah yang akan
datang.
Semarang,20
September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... ......
2
Daftar Isi ................................................................................................................... ......
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 4
C. Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sunnah ............................................................................................... 5
B.
Pengertian Bid’ah.................................................................................................. 6
C.
Bahaya Perbuatan Bid’ah...................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 13
B. Saran.................................................................................................................... 13
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Penyusunan makalah ini
kami maksudkan sebagai bahan kajian dan diskusi kami mengenai sunnah dan
bid’ah. Tidak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak
sedikit dari kaum muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan
khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah dan khurafat itu dikemas sedemikian
rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan, lebih tampil
menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang. Sementara apa yang ada di
dalam Kitabullah berisikan perintah untuk ittiba’ (mengikuti tuntunan
Rosulullah). Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui
batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa
hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah
Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan
membutuhkan tambahan serta belum sempurna.
Dengan penyusunan makalah ini kami harapkan akan dapat
menambah wawasan bagi kami dan segenap pembaca pada umumnya agar dapat menjadi
ilmu yang berguna nantinya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana Pengertian Sunnah beserta ruang
lingkupnya ?
2.
Bagaimana
Pengertian Bid’ah beserta ruang
lingkupnya ?
3.
Bagaimana
Bahaya Perbuatan Bid’ah ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengupas tuntas mengenai hal sunnah dan seisinya.
2.
Untuk
mengupas tuntas mengenai hal bid’ah dan seisinya.
3.
Untuk
Mengetahui tentang Bahaya Perbuatan Bid’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sunnah
1. Pengertian
Sunnah
Para ulama islam mengutip kata sunah
dari Al-Qur’an dan bahasa Arab yang mereka gunakan dalam artian khusus, yaitu:
“cara yang biasa digunakan dalam pengamalan agama”. Kata sunah sering
disebutkan seiring dengan kata “kitab”. Dikala kata sunah dirangkaikan dengan
kata “kitab”, maka sunah berarti: “cara-cara beramal dalam agama berdasarkan
apa yang dinuklikan dari Nabi Muhammad SAW.”; atau “suatu amaliah agama yang
telah dikenal oleh semua orang.” Kata sunah dalam artian ini adalah lawan dari
kata “bid’ah” yaitu amaliah yang diada adakan dalam urusan agama yang belum
pernah dilakukan oleh Nabi. Bid’ah dalam arti ini ditolak Nabi dalam suatu
pernyataan.
Sunnah dalam istilah ulama ushul
adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW., baik dalam bentuk
ucapan, perbuatan, maupun pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan sunah dalam
istilah ulama fiqih adalah: “sifat hukum bagi suatu perbuatan yang dituntun
melakukanya dalam bentuk tuntunan yang tidak pasti” dengan pengertian diberi
pahala orang yang melakukanya dan tidak berdosa orang yang tidak melakukanya.[1]
2. Fungsi Sunah
Bila Al-Qur’an disebut sebagai
sumber asli bagi hukum fiqih, maka sunah disebut sebagai bayani. Dalam
kedudukanya sebagai bayani dalam
hubunganya dengan Al-Quran, ia menjalankan fungsi sebagai berikut:
·
Menguatkan
dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid
dan taqrir . dalam bentuk ini sunah hanya seperti menguangi apa-apa yang
tersebut dalam Al-Qur’an.
·
Memberikan
penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal:
1)
Menjelaskan
arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
2)
Merinci
apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar
3)
Membatasi
apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
4)
Memperluas
maksud dari suatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
· Menetapkan suatu hukum dalam sunah yang secara jelas tidak terdapat
dalam Al-Quran. Dengan demikian kelihatan bahwa sunah menetapkan sendiri hukum
yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an.[2]
B.
BID’AH
a.
Pengertian
Bid’ah
Bid’ah merupakan sebuah kata yang tidak asing bagi kita semua. Ia
berhubungan dengan banyak hal di dalam islam. Sayangnya, banyak orang yang
belum memahami makna bid’ah dengan benar. Arti bid’ah secara bahasa
(etimologis) yaitu sebuah perkara baru yang diadakan atau diciptakan tanpa
adanya contoh terlebih dahulu. Penciptanya disebut Mubtadi’ atau Mubdi’. Langit
dan bumi juga dapat dikatakan sebagi bid’ah sebab keduanya diciptakan Allah SWT
tanpa adanya contoh terlebih dahulu. Didalam Al-qur’an Allah mewahyukan :
دِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Artinya “ Allah pencipta langit dan bumi (tanpa contoh) (Q.S.
Al-Baqarah 2:117)
Bid’ah secara
istilah agama (terminologis) sebuah hadits tidak cukup besar sebagai dasar untuk menetapkan. Kita harus
mempelajari semua hadits yang berkaitan dengannya. Tentunya tidak semua orang
memiliki waktu dan penetahuan yang cukup untuk melakukannya.
Menurut Imam Sya
fi’i ia berpendapat bahwa bid’ah terbagi menjadi dua, yaitu bid’ah mahmudah (
yang terpuji) dan bid’ah madzmumah (yang tercela). Pendapat beliau ini berlaku
nagi semua ha yang baru yang terjadi setelah Rasulullah SAW dan zaman Khulafaur
Rasyidin. Hal-hal yang baru (muhdatsat)
itu ada dua.
Pertama,
hal baru yang bertentangan dengan Al-quran, sunah, atsar maupun ijma’. Inilah
bid’ah yang sesat.
Kedua, segala hal baru yang baik dan tidak bertentangan dengan Al-quran,
sunah, ijma’,atsar. Hal baru ini merukapan bid’ah yang tidak tercela.
Mengapa Imam Syafi’i berpendapat demikian, sedangkan Rasulullah SAW
telah bersabda yang artinya :
“
barang siapa telah diberi oleh Allah, maka tiada siapapun yang dapat
menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan oleh Allah, maka tiada siapapun
dapat memberinya hidayah (petunjuk). Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah
kitabullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah Muhammad, dan seburuk-buruknya
perkara adalah muhdastat (hal-hal baru), dan semua muhdats (yang baru) adalaha
bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat tempatnya adalah beraka (HR Nasa’i)
·
Penjelasan
pertama, dalam hadits tersebut Rasulullah SAW menjelaskan hal baru apa yang sesat, beliau
menyatakan semuanya sesat. Sehingga, jika hadits tersebut dipahami secara
langsung dan tidak ditafsirkan, semua hal baru dalam permasalahan dunia maupun
agama adalah sesat dan pelakunya msuk neraka. Ternyata setelah dihadapkan pada
pertanyaan seperti ini, mereka akan mengatakan bahwa semua yang tersebut
seperti pengeras suara, berbagai sarana transportasi dan lain sebagainya adalah
bid’ah dunyawiyyah. Bid’ah seperti ini
tidak sesat yang sesat hanyalah bid’ah
diniyah (keagamaan). Sungguh aneh bukan jika sebelumnya mereka bersikukus
memaknai hadits tersebut secara lahiriah yang menyatakan bahwa semua bid’ah
adalah sesat, serta menganggap pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan
bid’ah sayyiah sebagai sesuatu yang di paksakan dan bertentangan dengan hadits
Rasulullah Saw, kini mereka sendiri
membagi bid’ah itu menjadi dua bid’ah keduniaan dan bid’ah keagamaan.
·
Penjelasan
kedua, dalam hadits Rasulullah menyatakan bahwa kullu bid’atin dhalalatun, yang
jika diterjemahkan secara tekstual akan berarti semua bid’ah adalah sesat. Yang
menjadi pertanyaan benarkah kata kullu bermakna semua ? didalam Al-quran kenyataanya
kata kullu tidak berarti semua.
Inilah yang dapat menjelaskan bahwa tidak semua bid’ah itu sesat. Dan kata kullu bid’atin dhalalatun, dapat
diartikan semua bid’ah itu sesat kecuali
yang dari Al-quran dan As-sunah.
·
Penjelasan
ketiga, Rasulullah Saw selalu mendorong umatnya untuk melaksanakan semua
perintah Allah, menjahui larangan-Nya serta menghidupkan selalu sunah-sunah
beliau. Tentunya setiap zaman memiliki cara dakwah tersendiri dan setiap
masyarakat memiliki adat yang berbeda. Oleh karena itu jangan gegabah dan
tergesa-gesa menuduh bahwa suatu hal yang tidak ada pada zaman Rasulullah Saw
dan para sahabat sebagai bid’ah sesat yang harus diperangi. Tetapi dengan
kedewasaan berpikir, jika memang tidak bersumber dari Al-quran dan Al-hadits,
mari bersama-sama kita dakwah dengan cara bijaksana dan nasihat yang baik. Dan
jika memang ada sumbernya dari Al-quran dan Al-hadits mari kita dukung bersama
sebagai sarana menghidupkan ajaran Rasulullah Saw.
b.
Pembagian
Bid’ah
Secara
umum memang ada dua yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Akan tetapi, kita semua tahu bahwa tidak semua
baik itu wajib dan tidak semua yang buruk itu haram, adayang bersifat sunah,
mubah, makruh. Begitu pula dengan bid’ah
1.
Bid’ah
wajib
Bid’ah wajib adalah bid’ah yang harus dilakukan demi menjaga
terwujudnya orang yang tealah ditetapkan Allah diantaranya adalah
a.
Mengumpulkan
ayat-ayat Al-quran menjadi satu Mushaf demi menjaga keaslian Al-quran. Karena
telah banyak penghafal Al-quran yang meninggal dunia, sebagaimana yang
dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dab Umar ra
b.
Membukukan
hadits-hadits Nabi Muhammad Saw sebagaimana yang dilakukan oleg Imam Bukhari
Muslim dab ahli hadits lainya.
c.
Membuat
buku fiqih sehingga hukum agama dapat diterapkan dengan baik dan mudah
2.
Bid’ah
haram
Bid’ah haram adalah semua bid’ah yang bertentangan dengan Al-quran
dan Hadits Nabawi, diantaranya adalah :
a.
Menganggap
seorang muslim yang berbeda aliran denganya sebagai najis. Padahal, dalam
Al-quran orang kafir pun jasadnya tidak najis, sehingga Nabi Saw pernah
mengikat seorang tawanan didalam masjid.
b.
Membangun
masjud dengan uang haram.
c.
Menikah
dengan penganut agama lain.
d.
Memiliki
istri lebih dari empat.
3.
Bid’ah
sunah
Bid’ah sunah adalah semua bid’ah yang sesuai dengan Al-quran dan
bersifat menghidupkan sunah Nabi Saw, diantaranya adalah:
a.
Menyelenggarakan
shalat tarawih selama satu bulan penuh.
b.
Menambahkan
adzan pertama dalam shalat jumat.
c.
Membentuk
organisasi-organisasi keagamaan
d.
Menyelenggarakan
pengajian rutin pada hari dan jam tertentu
4.
Bid’ah
makruh
Bid’ah makruh adalah bid’ah yang berhubungan dengan hukum makruh,
diantaranya adalah membaca basmalah ketika merokok.
5.
Bid’ah
mubah
Bid’ah mubah adalah bid’ah yang tidak bertentangan dengan Al-quran
dan Hadits, tidak pula dianjurkan oleh keduanya. Diantaranya adalah
a.
membuat makanan lezat-lezat.
b.
membuat
rumah yang luas dan besar.
Hal-hal yang berkaitan diatas adalah
pembagian bid,ah yang di kategorikan menjadi bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah
sunah, bid’ah makruh, bid’ah mubah.
c.
Ancaman
bagi pembuat dan pelaku bid’ah Dhalalah
Dalam haditsnya Rasulullah Saw mengancam
dengan keras para pebuat dan pelku bid’ah dhallah. Terdapat dua hadits yang
artinya.
·
Hadits
pertama “ Allah tidak akan menerima puasa, shalat, sedekah, haji, umrah dan
ibadah wajib maupun sunah ahli bid’ah. Dia akan keluar dari islam seperti
sehelai rambut dari adonan tepung”. (H.R. Ibnu Majah)
·
Hadits
kedua, “Allah enggan menerima amal ahli bid’ah sehingga ia meninggalkan
bid’ah-nya tersebut.”(H.R. Ibnu Majah)[3]
C. Bahaya Perbuatan Bid’ah
Sesungguhnya bahaya perbuatan bid’ah itu amatlah banyak kerusakannya.
Dan banyaknya kerusakan dan bahaya yang muncul dari bid’ah, diantaranya adalah:
Barangsiapa yang beramal tanpa
adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim)
Sungguh merugi pelaku bid’ah. Sudah beramal banyak tapi ternyata
ditolak. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah
sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka
bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari setiap ahli bid’ah”
(HR. Ibnu Abi ‘Ashim, dikuatkan dari jalur Anas bin ‘Iyadl Al Laits Al Madani.
Dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah dan Shahih At Targhib wat Tarhib juz I
hlm. 97)
Mengapa bisa demikian? Karena perbuatan bid’ah yang dianggap baik maka
pelakunya akan sulit keluar dari bid’ah tersebut.
Sufyan Ats Tsauri berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan
dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat.
Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Talbis Iblis, hlm. 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Oleh karena itu para imam seperti
Sufyan Ats Tsauri dan lainnya menyatakan bahwa sesungguhnya bid’ah itu lebih
dicintai iblis daripada maksiat karena pelaku bid’ah tidak diharapkan taubatnya
sedangkan pelaku maksiat diharapkan taubatnya. Makna ucapan mereka bahwa pelaku
bid’ah tidak diharapkan taubatnya karena seorang mubtadi’ yang menjadikan
bid’ahnya sebagai Dien yang tidak disyariatkan Allah dan Rasul-Nya telah
tergambar indah baginya amal jeleknya itu sehingga ia memandangnya baik. Maka
ia tidak akan bertaubat selama dia memandangnya sebagai perkara yang baik.
Karena awal taubat itu adalah pengetahuan bahwa perbuatannya itu jelek sehingga
dia mau bertaubat. Atau perbuatannya meninggalkan kebaikan yang diperintahkan,
baik perintah wajib maupun mustahab agar dia bertaubat darinya dengan
melaksanakan perintah tersebut. Selama dia memandang perbuatannya itu baik
padahal jelek, maka dia tidak akan bertaubat.” (Majmu’ Fatawa juz 10 hlm. 9)
Bid’ah hakiki
Adalah hal baru yang ada dalam agama dengan tidak berdasar pada
dasar-dasar yang telah ada dalam agama atau pada cabang-cabang agama. Artinya
hal baru tersebut tidak berdasar dalil syara’ baik dari al-Quran, As Sunnah
ataupun ijma’.
Hal baru ini murni buatan manusia dan dimasukan kedalam agama dengan
tujuan tertentu oleh pelakunya. Tujuannya bisa benar dan bisa juga salah.
Contoh; membangun kuburan/memasang kubah diatasnya, menghias masjid. Semua itu
adalah bid’ah karena tidak ada dasar rujukannaya dalam Al-Quran, As Sunnah atau
ijma’. Bahkan syara’ mengharamkannya, melarang dan memberikan ancaman jika
melakukannya.
Adalah apa-apa yang dibuat-buat dalam agama yang ada dalil nya dari
Al-Quran, As Sunnah atau Ijma’ yang mana keberadaannya disandarkan kepada
salah-satu dari ketiganya itu, akan tetapi ia merupakan bid’ah dilihat dari
sisi bahwa ia adalah tambahan terhadap apa yang telah disyariatkan oleh Allah
dan Rasul-Nya.
Contoh; adalah dzikir dengan berkelompok secara bersama-sama. Dzikir
adalah sesuatu yang disyariatkan oleh Allah dalam kitab-Nya (Quran, Al
Ahzab:41-42) “hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah(dengan menyebut
nama)Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di
waktu pagi dan petang”
Namun bentuk dan pelaksanaan dzikir dengan cara berkelompok dan
dilakukan dengan bersama-sama adalah bid’ah yang diada-adakan, karena
pelaksanaan seperti itu tidak pernah diajarkan dan tidak pernah terjadi pada masa
Rasulullah SAW, pada masa sahabat, dan tidak pula pada masa para tabiin,
sehinga dzikir dengan berkelompok dan dilaksanakan dengan bersama-sama adalah
salah satu bid’ah idhafiyah yang mempunyai dua sisi; satu sisi yang
mengikutinya pada selain bid’ah dan sisi lain yang mengikutinya dengan bid’ah
yang harus ditinggalkan dan tidak boleh dilakukan.
Bid’ah idhafiyah lebih banyak ditemukan padi pada bid’ah hakiki, meski
bid’ah hakiki pun tidak sedikit jumlahnya. Dan perlu ditambahkan bahwa bid’ah
dapat menyebabkan pembuat dan pelakunya kafir dan fasik. (hurmatul ibtida’fi
Ad-Din karya Abu Bakar Al Jazairi. Hal 13-15).
Pertama, riwayat Abu Nu’aim;
اَلبِدْعَة
ُبِدْعَتَانِ , بِدْعَة ٌمَحْمُودَةٌ وَبِدْعَةِ مَذْمُوْمَةٌ فِْمَا وَافَقَ
السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوم
Bid’ah itu ada dua macam, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah yang
sesuai dengan sunnah, maka itulah bid’ah yang terpuji sedangkan yang menyalahi
sunnah, maka dialah bid’ah yang tercela’.
Kedua, riwayat Al-Baihaqi dalam
Manakib Imam Syafi’i :
. اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ, مَا
اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ أثَرًا اَوْ اِجْمَاعًا فَهَذِهِ
بِدْعَةُ الضّلالَةُ وَمَا اُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا ِمْن
ذَالِكَ فَهَذِهِ بِدْعَةٌ غَيْر مَذْمُوْمَةٌ
Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru
yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah bid’ah dholalah/
sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak
bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang
seperti ini tidaklah tercela’[4]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sunnah dalam
istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW.,
baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun pengakuan dan sifat Nabi”.
Sedangkan sunah dalam istilah ulama fiqih adalah: “sifat hukum bagi suatu
perbuatan yang dituntun melakukanya dalam bentuk tuntunan yang tidak pasti”
dengan pengertian diberi pahala orang yang melakukanya dan tidak berdosa orang
yang tidak melakukanya.
Bid’ah merupakan
sebuah kata yang tidak asing bagi kita semua. Ia berhubungan dengan banyak hal
di dalam islam. Sayangnya, banyak orang yang belum memahami makna bid’ah dengan
benar. Arti bid’ah secara bahasa (etimologis) yaitu sebuah perkara baru yang
diadakan atau diciptakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu. Penciptanya
disebut Mubtadi’ atau Mubdi’.
B.
Saran
Kami sadar,
sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di
masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shidiqie. (1980). Filsafat
Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Amir, S. (2005). Ushul Fiqih. Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu.
Byek, I. (1990). Ilmu Ushul Fiqih. Kairo: Dar al-anshar.
Zein. (2005). Ushul Fiqih. Jakarta: Prenada Media.
http://daufmustaqim.blogspot.co.id/2014/05/sunnah-vs-bidah.html
. Diakses pada hari selasa 26 september 2017 pada pukul 19.09 WIB
[1] Rahman Dahlan. Ushul Fiqih. Jakarta: Amzah. 2016. Hlm 130
[2] Amir Syarifudin. Ushul Fiqih. Jakarta: Karisma Putra Utama. Hlm 242.
[3] Muhammad Alaydrus. Mana Dalilnya 1 Seputar Permasalahan Ziarah Kubur,
Tasawuf, Tahlil. Surakarta: Taman Ilmu. Hlm 13
[4] http://daufmustaqim.blogspot.co.id/2014/05/sunnah-vs-bidah.html .
Diakses pada hari selasa 26 september 2017 pada pukul 19.09 WIB
Komentar
Posting Komentar